ALKAPTONURIA
MAKALAH
Diajukan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Biokimia
Dosen pengampu:
1.
Asrianty mas’ud, S.Si, M.Pd.
2.
Epa
Paujiah, M. Si.
Disusun oleh:
Nama :
Farhah Millaty Kamalya
NIM :
1152060031
Semester/ Kelas :
5/A
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN
PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG JATI
BANDUNG
2017
Kata Pengantar
Alhamdulillah
Puji syukur kehadirat Allah yang selalu memberikan rahmat dan kesempatanNya
untuk menikmati hidup serta menyelesaikan segala tugas kita sebagai makhluknya.
Tak lupa shalawat dan salam yang akan senantiasa kita peruntukan bagi Nabi Umat
Islam, karena beliaulah sang penuntun dan panutan dalam segala hal sebagai
manusia.
Alhamdulillah,
dengan izin Allah dan segenap pihak yang terkait dalam pembuatan makalah ini,
dengan banyak rintangan dan hambatan, penyusun dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Alkaptonuria”. Makalah ini dibuat dalam rangka pemenuhan salah
satu tugas mandiri mata kuliah Biokimia yang di dalamnya berisi tentang banyak
hal yang berhubungan dengan Alkaptonuria. Mulai dari pengertian, diagnosa,
tanda dan gejala, pengobatan bahkan sejarah singkat.
Meskipun
makalah ini masih banyak kesalahan baik dalam penyajian materi maupun
penulisannya, namun diharapkan walaupun sedikit dapat memberikan manfaat bagi
pembaca. Demikian pengantar dari penyusun, terima kasih.
Bandung,
Oktober
Penyusun
Daftar Isi
Kata
Pengantar ................................................................................................ ii
Daftar
Isi ......................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan
Latar
Belakang ............................................................................................... 1
Rumusan
Masalah ............................................................................................ 1
Tujuan
.............................................................................................................. 1
BAB II Pembahasan
Pengertian
........................................................................................................ 2
Tanda
dan Gejala ............................................................................................. 6
Diagnosa
.......................................................................................................... 8
Pengobatan
...................................................................................................... 9
Sejarah
Singkat dan Epidemologi ................................................................... 11
BAB III Penutup
Kesimpulan
...................................................................................................... 12
Saran
................................................................................................................ 12
Daftar Pustaka.................................................................................................. 13
BAB I
PENDAHULUAN
1.
1 Latar Belakang
Dalam
proses metabolisme protein tepatnya metabolisme asam amino, ketika fenilalanin
mengalami gangguan ada enzimnya menuju perubahan ke tirosin maka akan
menimbulkan penyakit alkaptonuria. Penyakit ini belum banyak dikaji di negara
Indonesia, karena kenyataannya penyakit adalah penyakit langka dan epidemik di
daerah Slovakia. Kebanyakan sumber yang membahas penyakit ini adalah
jurnal-jurnal internasional.
Berangkat
dari sana, makalah ini dibuat agar menjadi salah satu sumber informasi mengenai
alkaptonuria. Penyakit ini perlu dipelajari karena merupakan penyakit
berkepanjangan, namun tidak dapat dideteksi sejak dini. Alangkah baiknya jika
kita dapat menghindarinya dengan melakukan pencegahan-pencegahan setelah
mengetahui seluk beluk tentang alkaptonuria.
1.
2 Rumusan Masalah
a.
Apa
itu alkaptonuria, dan bagaimana proses yang menyebabkan terjadinya penyakit
ini?
b.
Bagaimana
tanda dan gejala orang yang memiliki penyakit alkaptonuria?
c.
Bagaimana
cara mendiagnosa orang yang memiliki penyakit alkaptonuria?
d.
Bagaimana
perkembangan pengobatan medis terhadap alkaptonuria?
e.
Bagaimana
sejarah singkat penyakit ini dan di mana epidemiknya?
1.
3 Tujuan
a.
Mengetahui
dengan jelas pengertian alkaptonuria dan memahami proses terjadinya kelainan
ini.
b.
Mengenali
tanda dan gejala orang yang memiliki penyakit alkaptonuria.
c.
Mengetahui
cara mendiagnosa orang berpenyakit alkaptonuria.
d.
Mengetahui
dan memahami perkembangan pengobatan terhadap alkaptonuria.
e.
Mengingat
sejarah singkat alkaptonuria dan mengetahui daerah epidemik alkaptonuria.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.
1 Pengertian
Alkaptonuria
adalah kelainan genetik metabolisme tirosin turunan. Tanda yang paling jelas
pada orang dewasa adalah penipisan dan perubahan warna hitam biru pada
kartilago telinga. Perubahan warna biru-hitam pada jaringan ikat (termasuk
tulang, tulang rawan, dan kulit) disebabkan oleh endapan pigmen berwarna kuning
atau oker, dan disebut Ochronosis. Penyakit ini disebut juga sebagai penyakit
kencing hitam, penyakit tulang hitam. Kelainan ini adalah kelainan genetik yang
jarang terjadi dimana tubuh tidak dapat memproses asam amino fenilalanin dan
tirosin, yang terjadi pada protein (Pendit, 2014, hal. 592) .
Alkaptonuria
disebabkan oleh defisiensi homogen 1,2-dioksigenase, enzim yang mengubah asam
homogentisat (HGA) menjadi asam maleylacetoacetic dalam jalur degradasi tirosin.
Tiga ciri utama alkaptonuria adalah adanya HGA dalam urin, ochronosis
(pigmentasi hitam kebiru-biruan di jaringan ikat), dan artritis tulang belakang
dan sendi yang lebih besar. Oksidasi HGA yang diekskresikan dalam urin
menghasilkan produk seperti melanin dan menyebabkan air seni menjadi gelap saat
berdiri. Ochronosis terjadi hanya setelah usia 30 tahun; Artritis sering
dimulai pada dekade ketiga. Manifestasi lainnya meliputi endapan pigmen,
kalsifikasi atau regurgitasi katup aorta atau mitral dan kadang-kadang dilatasi
aorta, batu ginjal, dan batu prostat.
Alkaptonuria
terjadi apabila homogentisat, suatu zat-antara dalam metabolisme tirosin, tidak
dapat dioksidasi lebih lanjut karena enzim berikutnya pada jalur ini,
homogentisat oksidase, terganggu. Terjadi penimbunan homogentisat yang kemudian
mengalami auto-oksidasi dan membentuk pigmen gelap sehingga warna urin berubah
dan popok terwarnai (pada bayi). Pada usia yang semakin tua, penimbunan
terus-menerus pigmen ini di dalam tulang rawan dapat menimbulkan nyeri sendi
artritik (Pendit, 2014, hal. 593) .
Gambar 1 Penguraian fenilalanin dan tirosin.
Karbon karboksil membentuk CO2 dan karbon lain membentuk fumarat atau
asetoasetat. Defisiensi enzim ( )
menyebabkan penyakit yang tertulis di sebelahnya (Pendit, 2014, hal. 593)
Fenilalanin
diubah menjadi tirosin, yang mengalami penguraian oksidatif. Langkah terakhir
dalam jalur tersebut mengahsilkan fumarat dan badan keton, asetoasetat.
Defisiensi berbagai enzim dalam jalur ini menyebabkan fenilketonuria,
tirosinemia, dan alkaptonuria. Fenilalanin mengalami hidroksilasi menjadi
tirosin oleh suatu oksidase
Gambar 2 Hidroksilasi fenilalanin. Fenilalanin
hidroksilase (PAH) adalah suatu oksidase yang memiliki fungsi campuran, yaitu
molekul oksigen memberikan suatu atom ke air dan satu atom ke produknya,
tirosin. kofaktor, tetrahidrobiopterin, teroksidasi menjadi dihidrobiopterin,
dan harus direduksi kembali menjadi tetrahidrobiopterin agar fenilalanin terus
dapat membentuk tirosin. Tetrahidrobiopterin dibentuk di dalam tubuh dari GTP (Pendit, 2014, hal. 594)
Setiap
orang membawa DNA mereka dua salinan (satu diterima dari masing-masing orang
tua) gen HGD, yang berisi informasi genetik untuk menghasilkan enzim
homogentisate 1,2-dioxIgenase (HGD) yang biasanya dapat ditemukan di berbagai
jaringan di tubuh ( hati, ginjal, usus halus, kolon dan prostat). Pada orang
dengan alkaptonuria, kedua salinan gen tersebut mengandung kelainan yang
berarti bahwa tubuh tidak dapat menghasilkan enzim yang berfungsi secara
memadai. Mutasi HGD umumnya ditemukan pada bagian-bagian tertentu (ekson 6, 8,
10 dan 13) namun total lebih dari 100 kelainan telah dijelaskan di seluruh gen.
Enzim HGD yang normal adalah heksamer (memiliki enam subunit) yang disusun
dalam dua kelompok dengan tiga (dua trimer) dan mengandung atom besi. Mutasi
yang berbeda dapat mempengaruhi struktur, fungsi atau kelarutan enzim. Kadang-kadang
penyakit ini tampaknya ditularkan secara dominan autosomal, di mana satu
salinan HGD abnormal dari orang tua tunggal dikaitkan dengan alkaptonuria; Ada
kemungkinan mekanisme lain atau cacat pada gen lain bertanggung jawab dalam
kasus tersebut (Zatkova, 2011, hal. 1130) .
Gambar 3 Patofisiologi alkaptonuria, yaitu
karena tidak adanya fungsional dioksigenase homogentisat di hati
(https://en.wikipedia.org/wiki/Alkaptonuria)
Enzim
HGD terlibat dalam metabolisme (pengolahan kimia) asam amino aromatik
fenilalanin dan tirosin. Biasanya ini masuk ke aliran darah melalui makanan
yang mengandung protein dan omset alami protein dalam tubuh. Tirosin secara
khusus diperlukan untuk sejumlah fungsi seperti hormon (misalnya tiroksin,
hormon tiroid), melanin (pigmen gelap di kulit dan rambut) dan protein
tertentu, namun sebagian besar (lebih dari 95%) tidak terpakai dan
dimetabolisme. melalui sekelompok enzim yang akhirnya menghasilkan asetoasetat
dan malat. Dalam alkaptonuria, enzim HGD tidak dapat memetabolisme asam
homogentisat (yang dihasilkan dari tirosin) menjadi 4-maleylacetoacetate, dan
kadar asam homogentis dalam darah adalah seratus kali lipat lebih tinggi
daripada yang biasa diperkirakan, terlepas dari kenyataan bahwa sejumlah besar
dieliminasi ke dalam urin oleh ginjal (Zatkova, 2011, hal. 1130) .
Asam
homogentisik diubah menjadi zat benzoquinon asam asetat yang terkait (BQA) yang
membentuk polimer yang menyerupai pigmen melanin kulit. Ini diendapkan dalam
kolagen, protein jaringan ikat, dari jaringan tertentu seperti tulang rawan.
Proses ini disebut ochronosis (seperti jaringan terlihat oker); Jaringan
ochronotik menegang dan luar biasa rapuh, mengganggu fungsi normalnya dan
menyebabkan kerusakan.
2. 2 Tanda dan
Gejala
Alkaptonuria
harus dicurigai pada individu dengan ciri utama berikut:
a.
Urin
gelap atau urin yang menjadi gelap saat berdiri. Oksidasi asam homogentisat
(HGA) yang diekskresikan dalam urin menghasilkan produk mirip melanin dan
menyebabkan air seni menjadi gelap saat berdiri. Individu dengan alkaptonuria
biasanya memiliki urin atau urin gelap yang berubah menjadi gelap saat berdiri
atau terpapar zat alkali. Namun, penggelapan mungkin tidak terjadi selama
beberapa jam setelah void dan banyak individu tidak pernah memperhatikan adanya
warna abnormal pada urin mereka (Chevez Barrios P., 2004) .
Gambar 4 Urin penderita alkaptonuria
(https://lrodgers93.files.wordpress.com/2014/02/alkaptonuria.jpg?w=300&h=222)
b.
Ochronosis
(pigmentasi hitam kebiru-biruan jaringan ikat). Akumulasi HGA dan produk
oksidasinya (misalnya, asam asetat benzoquinon) dalam jaringan ikat menyebabkan
ochronosis. Pigmentasi coklat pada sklera diamati di tengah-tengah antara
kornea dan canthi luar dan dalam pada penyisipan otot recti. Endapan pigmen
juga terlihat pada konjungtiva dan kornea. Pigmentasi tidak mempengaruhi
penglihatan. Pigmentasi pigmen awal terlihat pada concha dan antihelix.
Kartilago adalah batu tulis biru atau abu-abu dan terasa tidak teratur atau
menebal. Pengapuran tulang rawan telinga dapat diamati pada radiograf. Pigmen
juga muncul dalam cerumen dan keringat, menyebabkan perubahan warna pada
pakaian. Perubahan warna ungu atau hitam yang dalam bisa terlihat pada kulit
tangan, sesuai dengan tendon yang mendasari, atau di jaring antara jempol dan
telunjuk. Kebanyakan pasien tidak memiliki gejala sepanjang masa kanak-kanak
atau awal masa dewasa dan tidak sampai mereka mencapai usia 40-an mereka
sehingga tanda-tanda penyakit lainnya mulai muncul. Salah satu tanda paling
awal adalah penebalan kartilago telinga (pinna terasa terasa menebal dan
fleksibel). Selain itu kulit berubah warna biru-hitam. Kotoran telinga sering
berwarna coklat kemerahan atau hitam pekat. tulang dan tulang rawan punggung
bawah, lutut, bahu dan pinggul paling terpengaruh. Pertama pasien menderita
nyeri punggung bawah dengan kekakuan, diikuti nyeri lutut, bahu dan pinggul
selama 10 tahun ke depan. Tulang rawan menjadi rapuh dan bisa pecah dengan
mudah. Dalam beberapa kasus, ini menyebabkan cedera tulang belakang seperti
cakram invertebral prolaps. Endapan di sekitar trakea, laring dan bronkus bisa
menyebabkan sesak napas dan sulit bernafas. Deposit di sekitar jantung dan
pembuluh darah bisa mengapur dan menyebabkan plak aterosklerotik. Pigmentasi
kelopak mata biasanya terjadi sejak dini. Ini tidak mempengaruhi penglihatan
tapi muncul sebagai deposit coklat atau abu-abu di permukaan. Perubahan warna
kulit paling jelas terlihat pada daerah yang terpapar sinar matahari dan di
mana kelenjar keringat ditemukan (Chevez Barrios P., 2004) .
Gambar 5 Kulit menghitam
(http://i2.wp.com/www.namrata.co/wp-content/uploads/2012/12/a41.jpg?resize=600%2C376)
Gambar 6 Pigmentasi pada sklera mata
(http://i.imgur.com/lxxSSPz.jpg)
Gambar 7 Kartilago yang menebal dan berubah
warna
(http://i2.wp.com/www.namrata.co/wp-content/uploads/2012/12/a21.jpg?resize=539%2C570)
c.
Arthritis,
Setelah usia tiga puluh orang mulai mengalami nyeri pada sendi bantalan berat
tulang belakang, pinggul dan lutut. Rasa sakit bisa sangat parah sampai
mengganggu aktivitas sehari-hari dan bisa mempengaruhi kemampuan bekerja.
Operasi penggantian sendi (pinggul dan bahu) sering diperlukan pada usia yang
relatif muda. Dalam jangka panjang, keterlibatan sendi tulang belakang
menyebabkan berkurangnya pergerakan tulang rusuk dan dapat mempengaruhi
pernapasan. Kerapatan mineral tulang dapat terpengaruh, meningkatkan risiko
patah tulang, dan pecahnya tendon dan otot dapat terjadi. Temuan meliputi
degenerasi cakram intervertebral yang diikuti oleh penguraian disk dan akhirnya
perpaduan dari badan vertebra. Pembentukan osteofit dan kalsifikasi ligamen
intervertebralis juga terjadi. Radiografi sendi besar dapat menunjukkan
penyempitan ruang sendi, kista subkondral, dan pembentukan osteofit.
Enthesopathy dapat dilihat pada penyisipan otot (Chevez Barrios P., 2004) .
2. 3 Diagnosa
Diagnosis
yang diharapkan dapat dilakukan dengan menambahkan natrium atau kalium
hidroksida ke air kencing dan mengamati pembentukan pigmen coklat gelap sampai
hitam pada lapisan permukaan urin dalam waktu 30 menit sampai 1 jam. Urin segar
alkaptonik tampak normal bu mulai bereaksi saat terpapar ke udara. Hal ini
disebabkan oleh oksidasi dan polimerisasi HGA yang mempercepat alkalisasi. Oleh
karena itu, (sangat) urin asam mungkin tidak menjadi gelap selama berjam-jam
saat berdiri. Ini mungkin salah satu alasan mengapa air kencing yang gelap
mungkin tidak diperhatikan pada anak yang terkena dampak dan diagnosisnya
tertunda sampai dewasa ketika artritis atau ochronosis muncul. HGA adalah zat
pereduksi kuat yang menghasilkan reaksi positif dengan reagen benediktus dan
fehling. Dengan reagen fehling, itu memberi warna biru-hijau sementara.
Diagnosis alkaptouria dikonfirmasi dengan pengukuran konsentrasi HGA dalam urin
dengan kertas dan kromatografi lapis tipis dan fotometri. HGA tidak meningkat
dalam darah tapi diekskresikan dalam urin dalam jumlah banyak - sebanyak 4-8
mg/hari (Chevez Barrios P., 2004) .
2. 4 Pengobatan
Tidak
ada modalitas pengobatan yang telah ditunjukkan secara pasti untuk mengurangi
komplikasi alkaptonuria. Upaya perawatan utama berfokus pada pencegahan
ochronosis melalui pengurangan akumulasi asam homogentisat. Perlakuan yang umum
direkomendasikan ini termasuk dosis besar asam askorbat (vitamin C) atau
pembatasan diet asam amino fenilalanin dan tirosin. Namun, pengobatan vitamin C
tidak terbukti efektif, dan pembatasan protein (yang sulit diobati) belum
terbukti efektif dalam penelitian klinis. Alkaptonuria adalah penyakit seumur
hidup. Tidak ada obat untuk kondisi tersebut. Pencegahan tidak mungkin
dilakukan dan pengobatan ditujukan untuk memperbaiki gejala. Mengurangi asupan
asam amino fenilalanin dan tirosin ke minimum yang dibutuhkan untuk
mempertahankan kesehatan (fenilalanin adalah asam amino esensial) dapat
membantu memperlambat perkembangan penyakit ini. Vitamin c telah ditemukan
untuk memperlambat konversi asam homogentistik ke endapan pliildat pada tulang
rawan dan tulang. Dosis sampai 1 g/hari dianjurkan untuk anak-anak dan orang
dewasa yang lebih tua. Terapi medis digunakan untuk memperbaiki laju deposisi
pigmen. Ini meminimalkan komplikasi artikular dan kardiovaskular di kemudian
hari. Reduksi fenilalanin dan tirosin dilaporkan telah mengurangi ekskresi asam
homogen. Apakah pembatasan diet ringan dari awal kehidupan akan menghindari
atau meminimalkan komplikasi nantinya tidak diketahui, namun pendekatan semacam
itu masuk akal (C. Phornphutkul, 2002, hal. 2114) .
Beberapa
penelitian terbaru menunjukkan bahwa nitisinone herbisida mungkin efektif dalam
pengobatan alkaptonuria. Nitisinone menghambat enzim, 4-hydroxyphenylpyruvate
dioxygenase, bertanggung jawab untuk mengubah tirosin menjadi asam
homogentisat, sehingga menghalangi produksi dan akumulasi HGA. Nitisinone telah
digunakan untuk beberapa waktu pada dosis yang jauh lebih tinggi dalam
pengobatan tirosinemia tipe I. Pengobatan nitisinone telah terbukti menyebabkan
penurunan HGA dalam plasma dan HGA yang lebih besar dari 95%. Kelemahan utama
adalah akumulasi tirosin, risiko jangka panjang yang tidak diketahui; Ada
kekhawatiran khusus tentang kerusakan pada kornea mata. Penggunaan jangka
panjang memerlukan pemantauan sering untuk komplikasi (C. Phornphutkul, 2002, hal. 2115) .
Pengobatan
farmakologis alkaptonuria dengan pemberian oral 2-
(2-nitro-4-trifluoromethylbenzoyl) -1,3-sikloheksanidin (NTBC) atau nitisinon
telah diusulkan. Nitisinon adalah herbisida triketone yang menghambat
4-hidroxiphenilpiruvate dioxigenase, enzim yang menghasilkan HGA. Nitisinone
disetujui untuk pengobatan tirosinemia tipe I. Nitisinone mengurangi ekskresi
HGA urin paling sedikit 69% pada dua individu, namun dengan mengorbankan
konsentrasi tirosin plasma yang meningkat, menghasilkan fotofobia. Efek samping
lain yang diketahui adalah (jarang) kristal kornea. Secara teoritis, komplikasi
neurologis yang terkait dengan tirosinemia tipe III dapat terjadi (Y.
Anikster, 1998, hal. 923) .
Dalam
sebuah studi percontohan, nitisinon dosis rendah mengurangi HGA kencing hingga
95% pada sembilan individu dengan alkaptonuria. Dalam studi yang sama, tujuh
orang diobati selama 15 minggu dengan nitisinone saat menerima asupan protein
normal; semua memiliki peningkatan konsentrasi tirosin plasma. Tidak ada
komplikasi dermatologis, oftalmik, neurologis, atau parah yang diamati. Dua
individu memiliki peningkatan sementara pada tingkat transaminase hati yang
kembali normal setelah menghentikan nitisinon (Suwannarat P., 2005, hal. 725) .
Dalam
percobaan terapeutik tiga tahun, 2 mg nitisinone setiap hari mengurangi urin
dan plasma HGA sebesar 95% selama masa studi. Tirosin plasma rata-rata 800μM
tanpa pembatasan diet. Efek sampingnya minimal. Satu individu terkena kristal
kornea yang memerlukan penghentian nitisinone, dan satu individu yang terkena
memiliki peningkatan transaminase hati. Peningkatan statistik yang signifikan
pada rentang gerakan pinggul dan pengukuran fungsi muskuloskeletal tidak
diamati pada kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol; Namun ada
kecenderungan positif yang menunjukkan perlambatan stenosis aorta. Uji coba
tambahan saat ini sedang dilakukan untuk mendapatkan manfaat klinis (W. J.
Introne, 2011, hal. 311) .
2. 5 Sejarah
Singkat dan Epidemologi
Alkaptonuria
adalah satu dari empat penyakit yang dijelaskan oleh Sir Archibald Edward
Garrod, sebagai akibat akumulasi zat antara karena kekurangan metabolik. Dia
menghubungkan ochronosis dengan akumulasi alkaptans pada tahun 1902, dan
pandangannya mengenai subjek ini, termasuk cara pewarisannya, dirangkum dalam
Kuliah Croatian tahun 1908 di Royal College of Physicians. Cacat itu
dipersempit menjadi defisiensi oksidase asam homogentis dalam sebuah penelitian
yang diterbitkan pada tahun 1958. Dasar genetik dijelaskan pada tahun 1996,
ketika mutasi HGD ditunjukkan. Sebuah studi tahun 1977 menunjukkan bahwa
seorang mumi Mesir ochronotic mungkin menderita alkaptonuria (Zatkova, 2011, hal. 1129) .
Alkaptonuria
adalah penyakit langka; itu terjadi dalam satu dari 250.000 orang, namun lebih
umum terjadi di Slowakia dan Republik Dominika. Pada kebanyakan kelompok etnis,
prevalensi alkaptonuria adalah antara 1: 100.000 dan 1: 250.000. Di Slowakia
dan Republik Dominika penyakit ini jauh lebih umum, dengan prevalensi
diperkirakan pada 1: 19.000 orang. Sedangkan untuk Slovakia, ini bukan hasil
mutasi tunggal namun karena adanya 12 mutasi pada "titik panas"
tertentu dari gen HGD. Pengelompokan Slovakia mungkin muncul di daerah kecil di
barat laut negara tersebut dan menyebar setelah tahun 1950an karena migrasi (Zatkova,
2011, hal. 1132) .
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari
pembahasan yang telah tertera pada bab sebelumnya, alkaptonuria adalah penyakit
yang ditimbulkan karena terdapat gangguan pada metabolisme asam amino, di mana
ada masalah pada enzim yang merubah fenilalanin menadi tirosin. Alkaptonuria
disebabkan oleh defisiensi homogen 1,2-dioksigenase, enzim yang mengubah asam
homogentisat (HGA) menjadi asam maleylacetoacetic dalam jalur degradasi
tirosin. Ciri-ciri orang yang memiliki penyakit ini ditandai dengan ochronosis
yaitu pigmentasi pada kartilago, sklera mata, juga bagian tubuh yang mengandung
kelenjar keringat, selain itu urinnya akan gelap warnanya apabila tersentuh
udara luar, serat artritis di bagian sendi. Sampai saat ini belum ada
pengobatan resmi yang mampu menangani alkaptonuria. Karena diagnosanya juga
tidak mungkin dilakukan sejak awal. Hanya saja mulai ada pengobatan menggunakan
nitisininon. Kebanyakan orang yang terserang penyakit ini ada warga Slovakia.
Sekitar 250.000 penderita yang ada saat ini.
3.
2 Saran
Disadari
bahwa makalah ini terdapat banyak kekurangan baik dalam konten materi maupun
penulisan, maka dari itu pembaca diharapkan mencari lagi informasi dari sumber
lain. Adapun yang bermanfaat dari makalah ini bisa diambil sebagai salah satu
sumber informasi. Kritik dan saran diterima demi tersusunnya hasil pekerjaan
yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
C. Phornphutkul, e. a. (2002). Natural History of
Alkaptonuria. N Engl J Med, 347 (21): 2111-21.
Chevez
Barrios P., F. R. (2004). Pigmented Conjunctival Lesions as Initial
Manifestation of Ochronosis. Arch Ophthalmol, 122 (7): 1060-3.
Pendit,
B. U. (2014). Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis .
Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Suwannarat
P., O. K. (2005). Use of Nitisinone in Patients with Alkapotonuria. Metabolism
, 54 (7): 719-28.
W.
J. Introne, e. a. (2011). A 3-Year Randomized Therapeutic Trial of Nitisinone
in Alkaptonuria. Mol Genet Metab, 77 (1): 307-14.
Y.
Anikster, N. W. (1998). NTBC and Alkaptonuria. Am J Hum Genet , 63 (4): 920-1.
Zatkova,
A. (2011). An Update on Molecular Genetics of Alkaptonuria (AKU). Journal
Inherit Metab Dis, 34 (6): 1127-36.
LINK GOOGLE FORM MENGENAI SOAL BIOLOGI KELAS XII BAB METABOLISME:
Thanks for your information. Please accept my comments to still connect with your blog. And we can exchange backlinks if you need. What Is Alkaptonuria?
BalasHapus